web 2.0

Tuesday, March 16, 2010

organik dan kapitalisme global

Cikal bakal pertanian oganik sudah sejak lama kita kenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan menggunakan bahan-bahan alamiah. Sejalan dengan perkembangan ilmu pertanian dan ledakan populasi manusia maka kebutuhan pangan juga meningkat. Saat itu revolusi hijau di Indonesia memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. Dimana penggunaan pupuk kimia sintetis, penanaman varietas unggul berproduksi tinggi (high yield variety), penggunaan pestisida, intensifikasi lahan dan lainnya mengalami peningkatan. Namun belakangan ditemukan berbagai permasalahan akibat kesalahan manajemen di lahan pertanian. Pencemaran pupuk kimia, pestisida dan lainnya akibat kelebihan pemakaian bahan-bahan tersebut, ini berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia akibat selalu tercemar bahan-bahan sintetis tersebut.

Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam jangka waktu lama mulai disadari sehingga dicari alternatif bercocok tanam yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari cemaran bahan kimia sintetis serta menjaga lingkungan yang lebih sehat. Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian alamiah (back to nature). Namun pertanian organik modern sangat berbeda dengan pertanian alamiah di jaman dulu.

Dalam pertanian organik modern dibutuhkan teknologi bercocok tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit menggunakan agen hayati atau mikroba serta manajemen yang baik untuk kesuksesan pertanian organik tersebut. Pertanian organik di definisikan sebagai sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan (Anonymous, 2000).

Lebih lanjut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements) menjelaskan pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi. Penggunaan GMOs (Genetically Modified Organisme) tidak diperbolehkan dalam setiap tahapan pertanian organik mulai produksi hingga pasca panen (Anonymous, 2000).

Sebagian orang menilai bahwa pertanian konvensional tidak beda dengan pertanian berkelanjutan. Perbedaannya hanya terletak pada penggunaan unsur-unsurnya. Pertanian berkelanjutan lebih menekankan penggunaan unsur-unsur alam, dan mesti bekerjasama dengan alam untuk jangka waktu yang panjang, unsur-unsur yang digunakan untuk usaha pertanian tidak boleh merusak alam. Namun ada juga yang berpendapat bahwa pertanian berkelanjutan harus melawan pertanian konvensional, dengan cara menghentikan total penggunaan bahan ki-mia pertanian.

Menurut Jaker PO (Jaringan Kerja Pertanian Organik) dan IFOAM, ada 4 prinsip dasar dalam membangun gerakan pertanian berkelanjutan :


1. Prinsip ekologi. Prinsip ini mengembangkan upaya bahwa pola hubungan antara organisme dengan alam adalah satu kesatuan. Upaya-upaya pemanfaatan air, tanah, udara, iklim serta sumber-sumber keanekaragaman hayati di alam harus seoptimal mungkin (tidak mengeksploitasi). Upaya-upaya pelestarian harus sejalan dengan upaya pemanfaatan.



2. Prinsip teknis produksi dan pengolahan. Prinsip teknis ini merupakan dasar untuk mengupayakan suatu produk organik. Yang termasuk dalam prinsip ini mulai dari transisi lahan model pertanian konvensional ke pertanian berkelanjutan, cara pengelolaannya, pemupukan, pengelolaan hama dan penyakit hingga penggunaan teknologi yang digunakan sejauh mungkin mempertimbangkan kondisi fisik setempat.



3. Prinsip sosial ekonomis. Prinsip ini menekankan pada penerimaan model pertanian secara sosial dan secara ekonomis menguntungkan petani. Selain itu juga mendorong berkembangnya kearifan lokal, kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, dan mendorong kemandirian petani.


4. Prinsip politik. Prinsip ini mengutamakan adanya kebijakan yang tidak bertentangan dengan upaya pengembangan pertanian berkelanjutan. Kebijakan ini baik dalam upaya produksi, kebijakan harga, maupun adanya pemasaran yang adil (Dewi, 2006).

0 comments:

Post a Comment

Pages

About this blog

Followers

Adsense Banner

Iklan

Jejak Kaki

Free Shoutbox by ShoutCamp