web 2.0

Tuesday, March 16, 2010

transformasi politik kehutanan indonesia

Dibalik krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia sebenarnya telah membawa pelajaran berharga. Salah satu pelajaran itu adalah adanya suatu pembuktian mengenai konsep pengelolaan hutan yang sebenarnya cukup sederhana, tetapi selama ini tidak diyakini dan tidak digunakan dalam rumusan dan implementasi kebijakan.

Krisis itu sendiri telah berperan mempercepat rusaknya hutan yang diakibatkan oleh berbagai bentuk tindakan langsung ataupun tidak langsung, baik oleh masyarakat sekitar hutan yang menebang hutan dengan berbagai alasan, illegal logging, pengusaha melakukan over cutting, maupun pengelola hutan yaitu pemerintah yang semakin lemah fungsi dan perannya dalam menjalankan kebijakan publik, khususnya dalam pengelolaan hutan.

Pembuktian tersebut antara lain adalah :

Pertama, mengelola hutan tergantung dari kepedulian semua pihak terhadap keberadaan hutan, sebab tidak ada kebijakan manajemen hutan yang mampu menanggulangi ancaman terhadap hutan akibat dari ketidak pedulian masyarakat. Biaya pengamanan hutan dengan birokrasinya secara nasional untuk menanggulangi dampak negatif ketidak-pedulian masyarakat terhadap keberadaan hutan jauh lebih besar daripada manfaat hutan itu sendiri. Akibatnya, kompensasi tingginya biaya itu dibayar dengan rusaknya hutan. Dengan kata lain, manfaat ekonomi hutan dikuras jauh melebihi daya dukungnya sebagai kompensasi tingginya biaya yang diperlukan. Masa krisis telah secara nyata membuktikan hal ini.

Sifat hutan sebagai sumberdaya alam terbuka dengan teori pengelolaannya – yang dinyatakan dalam berbagai referensi kebijakan publik (common pool resources policy) – selama ini tidak diyakini, diabaikan, bahkan dianggap di luar domain pengelolaan hutan. Kebijakan yang baik bukanlah memisahkan masyarakat terhadap hutan, melainkan menumbuhkan kepedulian masyarakat untuk melindungi hutan. Oleh karena itu me-nasional-kan hutan yang justru terus menerus meninggikan biaya transaksi pengelolaan hutan, menjadi wujud salah tafsir yang perlu diluruskan kembali. Inilah pelajaran pertama dan yang terpenting dari masa krisis.

Kedua, usaha kehutanan tidak banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, melainkan oleh karakteristik investasi yang ditunjang oleh natural forest resources stock, yaitu keberadaan hutan itu sendiri. Manfaat hutan – kayu, non kayu, tata air, iklim mikro, atmosfir global, dll – tidak akan pernah ada, apabila stock hutan itu tidak ada. Kondisi krisis selama ini tidak cukup dapat menggoyahkan peran hutan secara signifikan sebagai sumber pendapatan negara. Tetapi kondisi krisis telah menguras natural forest resources stock dengan eskalasi yang tinggi. Oleh karena itu mengandalkan hutan sebagai penopang pemulihan krisis, berarti memburu sisa hutan yang sudah sangat minimal daya dukungnya.

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa ketegaran usaha kehutanan adalah semu belaka. Ketegaran itu ditunjang oleh keberadaan hutan sebagai "pabrik" yang tidak pernah didepresiasikan. Tidak ada kebijakan fiskal berupa pajak yang dikenakan atas rusaknya stock hutan untuk pelestarian "pabrik" di masa depan. Perdebatan – dan sebenarnya tidak banyak berarti – justru ditujukan pada besaran dana dan provisi terhadap produknya. Di samping itu stock hutan sebagai pabrik tidak pernah dimasukkan dalam akuntansi siapapun sebagai asset tetap. Keadaan seperti ini telah mewujudkan rendahnya upaya melindungi hutan dari pencurian, kebakaran, dll. karena memang baik-buruknya kondisi stock hutan bukan bagian dari ukuran penilaian kinerja. Bahkan usaha kehutanan tidak merugi apabila kayu dihutannya di curi atau mengalami kebakaran.

Ketiga, di banyak negara, kekayaan sumberdaya alam digunakan sebagai sumber kesejahteraan dan perdamaian masyarakat luas. Sementara itu, pengelolaan sumberdaya alam termasuk hutan di Indonesia, justru menjadi salah satu sumber konflik antar berbagai pihak. Pada masa krisis, konflik yang berlatar belakang sumberdaya alam termasuk hutan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Sebaran konflik yang begitu merata menunjukkan bahwa masalahnya lebih pada kebijakan publik, daripada urusan manajemen perusahaan.

Mengingat begitu besarnya dampak negatif krisis ekonomi dan politik terhadap hutan di Indonesia, maka salah satu cara untuk menebusnya adalah dengan mengambil pelajaran darinya. Disamping pembaharuan substansi kebijakan pengelolaan hutan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal di atas, satu masalah yang perlu diatasi akibat krisis adalah surutnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Kepercayaan (trust) tidak akan hadir dengan sendirinya. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah tumbuh seiring dengan learning process yang dialaminya. Pengalaman interaksi antara masyarakat dan pemerintah tentang kejujuran akan menghasilkan kejujuran, sebaliknya pengalaman manipulasi akan menghasilkan manipulasi pula. Dengan demikian, suatu legitimasi bukan hanya hasil suatu proses, melainkan bagian dari proses itu sendiri secara terus menerus. Proses perumusan dan implementasi kebijakan pengelolaan hutan yang selama ini menanamkan pengalaman yang menimbulkan rasa ketidak-pedulian dan arogansi ternyata juga melahirkan sikap yang sama yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Proses politik telah melahirkan pemimpin dengan berbagai kebijakan yang dijalankan. Selama ini agenda kebijakan publik yang dihasilkan oleh para pemimpin pengelola hutan belum pernah menukik pada permasalahan mendasar seperti terungkap secara empiris sebagaimana diuraikan di muka. Salah satu hambatan memasuki wilayah kebijakan publik ini antara lain adalah hasilnya tidak dapat dilihat dalam jangka pendek. Tidak dapat diukur hanya dalam lima tahun. Orientasi kebijakan seperti ini memang bukan populis, bukan anthopocentris, yang hanya berkisar pada kepentingan masyarakat sesaat. Melainkan semacam membangun pondasi sebagai prasyarat berjalannya kebijakan-kebijakan berikutnya. Oleh karena itu cukup sulit bagi pemimpin untuk memilih menjalankan kebijakan publik ini karena tidak dapat diambil manfaatnya. Kecuali memang ia benar-benar seorang negarawan yang menyerahkan seluruh hasil kerjanya bagi negaranya.

0 comments:

Post a Comment

Pages

About this blog

Followers

Adsense Banner

Iklan

Jejak Kaki

Free Shoutbox by ShoutCamp