web 2.0

Monday, March 15, 2010

peristiwa COP 15

Tidak mengherankan jika muncul kekhawatiran akan terjadi deadlock di Kopenhagen, seperti yang sempat mencuat di pertemuan G-20 di Pittsburgh, Amerika Serikat, akhir September lalu. Pertemuan di Bali bisa jadi pelajaran betapa negara maju, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Jepang, akan menentang dengan segala cara penetapan kuantitatif penurunan emisi GRK yang mengikat mereka. Itu pula yang membuat penurunan emisi GRK 25-40 persen pada 2020 (dari 1990) gagal disepakati di Bali. Ketika target kuantitatif penurunan emisi disepakati, yang tak kalah penting adalah menyusun sanksi yang mengikat. Mandulnya Protokol Kyoto tak lepas dari tidak adanya sanksi hukum tegas bagi 42 negara anggota Annex-1 yang bandel menurunkan target emisi yang dipatok. Sebagai emiter terbesar dunia, negara maju wajib mendanai langkah adaptasi yang dilakukan negara-negara berkembang, termasuk melakukan transfer teknologi yang ramah lingkungan, hemat energi, dan beremisi rendah. Buenos Aires Plan of Action yang dihasilkan COP-4, National Action Plan of Adaptation di COP-8, dan Nairobi Adaptation-Work Program di COP-12 seolah ritual rutin membuat rencana, tanpa ada hasil yang bisa dicatat. Dana ini terlalu kecil jika dibandingkan dengan dana CDM (clean development mechanism) yang mencapai USS 5 miliar, apalagi dibandingkan nilai ODA yang janjinya mencapai US$ 80 miliar.

0 comments:

Post a Comment

Pages

About this blog

Followers

Adsense Banner

Iklan

Jejak Kaki

Free Shoutbox by ShoutCamp